TGIPF Tragedi Kanjuruhan Ungkap Senjata dan Gas Air Mata Kedaluwarsa yang Digunakan Aparat

ABOUTSEMARANG – Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk mengusut Tragedi Kanjuruhan yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD menyerahkan laporan akhir ke Presiden Joko Widodo pada Jumat, (14/10).

Dalam laporan lengkap TGIPF yang didapat, Senin (17/10), disebutkan daftar senjata atau perlengkapan yang digunakan aparat gabungan dalam pengamanan laga Arema FC versus Persebaya kala itu.

Daftar senjata gas air mata itu diperoleh tim dari keterangan Satuan Brigade Mobil Polda Jatim. TGIPF juga mendapat pengakuan dari kepolisian mengenai penembakan gas air mata.

“Semua gas gun ditembakkan oleh Brimob dan Sabhara (dalmas) pada saat pertandingan Arema vs Persebaya, namun yang ditemukan paling banyak ditembakkan adalah gas gun tipe Anti Riot Infinity Caliber 37/38 mm,” dikutip dari dokumen hasil temuan TGIPF Tragedi Stadion Kanjuruhan.

Dokumen itu mencatat enam senjata gas air mata yang disiapkan kepolisian untuk pengamanan pertandingan lanjutan Liga 1 tersebut.

Pertama, Flash Ball Verney Carbon Super Pro Kaliber 44 mm dengan amunisi gas air mata MU53-AR A1.

Lalu ada Anti Riot Infinity Caliber 37/38 mm dengan amunisi gas air mata CS Smoke dan CS Powder. Laras Licin Popor Kayu Kaliber 38 mm juga disiapkan dengan amunisi gas air mata MU24-AR CS Powder.

Selain itu, ada Shoebil Kaliber 38 mm dengan amunisi gas air mata MU24-AR CS Powder. Polisi juga menyiapkan Flashball Maxi Kaliber 44 mm dengan amunisi gas air mata MU53-AR.

Ada pula Anti Riot AGL NARM Kaliber 38 mm dengan amunisi gas air mata Verney Ammo.

BACA JUGA :   Mahfud MD Ingatkan Iwan Bule: Kalau Enggak Mundur Bisa Dianggap Amoral

“Jarak tembak gas gun antara 20 sampai dengan 50 meter… Jenis gas air mata yang dipakai adalah jenis powder dan smoke,” demikian keterangan Satbrimob Polda Jatim dikutip dari laporan TGIPF tersebut.

Sementara itu berdasarkan keterangan dari jajaran Polres Malang, TGIPF menyatakan mereka memberi penjelasan: “Kapolres Malang, Wakapolres Malang dan Kabag Ops tidak pernah memerintahkan untuk menembakan gas air mata.”

Polres Malang kepada TGIPF menyatakan perintah penggunaan gas air mata berasal dari Komandan Kompi (Danki) Brimob dan kasat Sabhara, dan terdapat diskresi anggota untuk memecah suporter.

Selain itu, jajaran Polres Malang kepada TGIPF menyatakan tidak mengetahui soal aturan FIFA yang melarang membawa/menggunakan gas air mata.

TGIPF Tragedi Kanjuruhan pun mengumpulkan sejumlah gas air mata sebagai barang bukti. Bukti-bukti itu diperoleh dari Satbrimob Polda jatim, Sabhara, penonton, dan Komnas HAM.

“Ditemukan selongsong munisi gas air mata yang sudah expired (kedaluwarsa) yang masih dalam proses penelitian laboratorium untuk mengetahui dampak gas air mata yang kadaluwarsa terhadap kesehatan,” demikian pernyataan TGIPF pada bab analisis di laporan tersebut.

Dalam Tragedi Kanjuruhan itu setidaknya ada 132 orang yang mayoritas suporter Arema FC atau Aremania tewas karena berdesak-desakan ingin keluar setelah penembakan gas air mata oleh polisi. Mahfud mengatakan TGIPF menyimpulkan gas air mata memanglah sebagai pemicu utama kepanikan berujung tragedi itu.

“Yang mati dan cacat serta sekarang kritis dipastikan setelah terjadi desak-desakan setelah gas air mata yang disemprotkan,” kata Mahfud dalam jumpa pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat siang.

Meskipun demikian, dia menegaskan apapun hasil temuan BRIN itu tak akan mengurangi kesimpulan tim yang terdiri dari tokoh-tokoh lintas sektor itu.

BACA JUGA :   Valentino Jebret Mundur dari Host dan Komentator Liga 1 Imbas Tragedi Kanjuruhan

“Tetapi apapun hasil pemeriksaan dari BRIN itu tidak bisa mengurangi kesimpulan bahwa kematian massal itu terutama karena gas air mata,” kata Mahfud. (***)

Sharing:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan